jfid – Perang Gaza yang meletus pada 7 Oktober 2023 telah menimbulkan banyak reaksi di seluruh dunia.
Salah satunya adalah fenomena konversi ke Islam yang dilakukan oleh sejumlah perempuan muda dari generasi milenial dan Gen-Z di negara-negara Barat.
Mereka mengaku terinspirasi oleh bacaan Al-Qur’an dan keteguhan iman rakyat Palestina yang menghadapi agresi Israel.
Salah seorang di antara mereka adalah Madison Reeves, seorang ibu berusia 24 tahun dari Tampa, Florida, yang mulai tertarik dengan Islam pada September 2023 setelah berbicara dengan seorang gadis Muslim di sebuah aplikasi bahasa.
Madison, yang merupakan mantan tentara, mengatakan bahwa perang Gaza dan tingkat genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina memperkuat tekadnya untuk memeluk Islam.
Pada 24 Oktober 2023, ia membagikan video dirinya mengenakan hijab dan merayakan kepercayaan barunya di TikTok, sebuah platform media sosial populer.
“Ini adalah perubahan besar,” katanya kepada Free Press, sebuah surat kabar online.
Madison bukanlah satu-satunya yang membuat keputusan untuk menjadi Muslim baru-baru ini.
Juga pada Oktober 2023, Megan Rice, seorang influencer dan penulis TikTok asal Amerika, mengumumkan bahwa ia telah masuk Islam setelah membaca Al-Qur’an.
Perjalanan keislamannya dimulai ketika ia membuat sebuah klub buku Agama Dunia untuk membaca Al-Qur’an dalam rangka menyuarakan solidaritas terhadap Gaza.
Konversi ke Islam juga dialami oleh Alex, seorang TikToker yang menyebut dirinya sebagai “gremlin queer kiri”.
Ia baru-baru ini membeli sebuah salinan Al-Qur’an dan mulai menutup rambutnya dengan hijab.
Dalam salah satu videonya, Alex menanggapi kritik bahwa ia akan kembali ke gaya hidup Barat setelah “tren” ini berakhir.
“Bagian mana dari gaya hidup Barat yang menurut Anda akan saya kembali?” tanyanya. “Uh, kapitalisme yang merajalela? Semua penjajahan? Karena saya benci kedua hal itu.”
Para perempuan muda ini adalah bagian dari ribuan pengguna TikTok yang menggunakan tagar seperti #revert, #muslimconvert, dan #islamconvert untuk membagikan pengalaman mereka memeluk Islam.
Menurut kepercayaan Islam, setiap orang dilahirkan sebagai Muslim, sehingga setiap konversi adalah semacam kembali ke agama.
Para ahli menyarankan bahwa bagi banyak orang, pilihan ini adalah “pemberontakan utama terhadap Barat”.
Lorenzo Vidino, direktur Program Ekstremisme di Universitas George Washington, mengatakan kepada Free Press: “Pemberontakan adalah bagian dari menjadi muda.
Pada saat ini, apa yang lebih memberontak, apa yang lebih anti-Barat dan anti-kapitalisme dan anti-pemerintah, daripada konversi ke Islam?”