jfid – Rumah sakit terbesar di Jalur Gaza, RS Al-Sifa, kini menjadi neraka bagi para pasien dan pengungsi yang terjebak di dalamnya.
Serangan udara Israel yang tak henti-hentinya menghujani wilayah tersebut telah merusak sebagian besar fasilitas kesehatan, termasuk unit perawatan intensif, kardiologi, dan neonatal.
Ratusan jenazah bergelimpangan di halaman rumah sakit, membusuk dan dimakan oleh anjing.
Sementara itu, sniper Israel berkeliaran di sekitar rumah sakit, menembak siapa pun yang mencoba keluar atau masuk.
Ini adalah kisah pilu warga Gaza yang harus memilih antara mati di rumah sakit atau mati di jalanan.
RS Al-Sifa: Rumah Sakit atau Kuburan?
RS Al-Sifa adalah rumah sakit terbesar dan tersibuk di Jalur Gaza, yang melayani sekitar 2 juta penduduk.
Rumah sakit ini memiliki kapasitas 650 tempat tidur, termasuk 50 tempat tidur di unit perawatan intensif (ICU) dan 30 tempat tidur di unit perawatan neonatal (NICU).
Rumah sakit ini juga memiliki fasilitas operasi, radiologi, laboratorium, farmasi, dan gawat darurat.
Namun, sejak Israel melancarkan operasi militer di Gaza pada 1 November 2023, rumah sakit ini telah menjadi sasaran serangan udara berulang kali.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 20 rumah sakit di Gaza kini sepenuhnya tidak berfungsi akibat kerusakan parah atau kekurangan bahan bakar, listrik, air, dan pasokan medis.
Salah satu rumah sakit yang paling terdampak adalah RS Al-Sifa. Pada 10 November 2023, rumah sakit ini menjadi sasaran pengeboman besar-besaran yang menghancurkan unit kardiologi.
Pada 12 November 2023, serangan kedua menyebabkan kerusakan signifikan pada unit perawatan intensif.
Akibatnya, sebagian besar peralatan medis, seperti ventilator, monitor, dan inkubator, tidak berfungsi. Tiga bayi meninggal di NICU karena terhentinya peralatan tersebut.
Hingga kini, sudah ada lima bayi yang meninggal di unit tersebut, dan masih ada 37 bayi prematur yang berisiko.
Selain itu, rumah sakit ini juga kekurangan tenaga medis, makanan, dan air. Para dokter dan perawat bekerja tanpa henti untuk memberikan perawatan kepada pasien dan korban luka, meskipun dengan metode konvensional.
Para pengungsi yang mencari perlindungan di rumah sakit ini harus berbagi tempat tidur, selimut, dan makanan yang sangat terbatas.
Namun, yang paling mengerikan adalah kondisi jenazah-jenazah yang tidak bisa ditangani, dikuburkan, atau dibawa ke kamar mayat.
Menurut Dr. Mohamed Abu Selmia, manajer RS Al-Sifa, ada sekitar 150 jenazah yang membusuk dan mengeluarkan bau tidak sedap di halaman rumah sakit.
Dia mengatakan bahwa pihak berwenang Israel masih belum memberikan izin bagi jenazah tersebut untuk dibawa dan dikuburkan.
Akibatnya, anjing-anjing telah memasuki halaman rumah sakit dan mulai memakan jenazah-jenazah tersebut.
“Rumah sakit ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Rumah sakit ini hampir seperti kuburan,” kata juru bicara WHO, Christian Lindmeier.
Israel: Ada Pusat Komando Hamas di Bawah RS Al-Sifa
Israel menuduh bahwa ada pusat komando dan kendali Hamas di terowongan di bawah RS Al-Sifa, dan bahwa serangan udara mereka bertujuan untuk menghancurkan infrastruktur teroris tersebut. Juru bicara militer Israel, Libby Weiss, mengatakan: “Kami mengetahui hal itu dengan pasti.”
Namun, tudingan ini dibantah oleh Hamas dan pihak rumah sakit. Mereka mengatakan bahwa tidak ada terowongan di bawah rumah sakit, dan bahwa serangan Israel adalah pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional.
Mereka juga menuduh Israel menggunakan senjata kimia dan fosfor putih dalam serangan mereka, yang menyebabkan luka bakar parah pada beberapa korban.
Pihak Palestina telah melakukan permohonan bantuan internasional dan mendesak tindakan para pemangku kebijakan untuk memberi tekanan pada Israel agar menghentikan pengepungan dan penyerangan di area rumah sakit.
Mereka juga meminta agar dibuka jalur kemanusiaan untuk mengirimkan bantuan medis, makanan, air, dan bahan bakar ke Gaza. Namun, hingga kini, belum ada tanda-tanda perubahan situasi.
Warga Gaza: Mati di Rumah Sakit, Mati di Jalanan
Bagi warga Gaza, hidup adalah pilihan antara mati di rumah sakit atau mati di jalanan. Mereka yang terluka atau sakit tidak bisa mendapatkan perawatan yang layak di rumah sakit yang rusak dan penuh sesak.
Mereka yang mencari perlindungan di rumah sakit juga tidak aman dari serangan udara Israel. Mereka yang mencoba keluar dari rumah sakit juga berisiko ditembak oleh sniper Israel.
Salah satu contoh adalah kisah Aisha, seorang ibu hamil yang harus melahirkan di RS Al-Sifa. Dia mengatakan bahwa dia tidak bisa mendapatkan perawatan yang baik di rumah sakit, dan bahwa dia harus berbagi tempat tidur dengan empat wanita lain.
Dia juga mengatakan bahwa dia tidak bisa mendapatkan makanan yang cukup, dan bahwa dia harus minum air dari keran yang kotor.
“Kami tidak punya pilihan. Kami tidak bisa pergi ke rumah sakit lain, karena semua rumah sakit di Gaza dalam kondisi yang sama. Kami tidak bisa pulang, karena rumah kami telah dihancurkan oleh bom. Kami tidak bisa pergi ke tempat lain, karena kami takut ditembak oleh tentara Israel. Kami hanya bisa berdoa kepada Allah agar melindungi kami dan anak-anak kami,” kata Aisha.
Kisah Aisha adalah salah satu dari ribuan kisah tragis yang dialami oleh warga Gaza yang terjebak di RS Al-Sifa.
Mereka adalah korban dari konflik yang telah berlangsung selama lebih dari tiga minggu, yang telah menewaskan lebih dari 2.000 orang, sebagian besar adalah warga sipil, termasuk 500 anak-anak.
Mereka juga adalah saksi dari kegagalan dunia internasional untuk menghentikan kekerasan dan menyelamatkan nyawa manusia.
Israel Telanjangi Puluhan Orang di Rumah Sakit.
Pasukan Israel melakukan aksi biadab di rumah sakit Al-Shifa, Gaza, pada Sabtu (11/11/2023).
Al-Jazeera melaporkan perkembangan terbaru di RS Al-Shifa, di mana sekitar 30 individu diketahui dikeluarkan dari bangunan tersebut dengan pakaian mereka dibuang.
Mereka berada di area rumah sakit, mata mereka terbungkus, dikelilingi oleh tiga tank tempur. Satu tank terletak di depan unit gawat darurat (UGD), yang mengincar segala gerakan di dalam gedung.
Di dalam ruang operasi khusus, dilaporkan bahwa pasukan komando menghancurkan semua partisi, merobohkan dinding antar ruangan, mengeksplorasi ruang bawah tanah, dan memanggil individu satu per satu untuk diinterogasi oleh pihak Israel.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa pasukan Israel menahan beberapa pria yang mencari perlindungan di rumah sakit dengan tindakan brutal.
Omar Zaqout, seorang pekerja di unit gawat darurat RS, menyampaikan bahwa pasukan Israel menangkap orang-orang tersebut dalam keadaan telanjang dan mata terikat, tanpa membawa bantuan atau persediaan apa pun, melainkan hanya membawa teror dan ancaman kematian.
Ia menambahkan bahwa tentara Israel saat ini mengelilingi setiap bangunan di kompleks rumah sakit.
Lebih lanjut, Zaqout mengungkapkan bahwa lebih dari 180 jenazah berada dalam kondisi buruk dan masih tergeletak di halaman rumah sakit.
Dia menyatakan keadaan sangat mengerikan, dengan suara tembakan terdengar di sekitar rumah sakit.