Produk Kecantikan Israel Tetap Diminati, Meski Ada Seruan Boikot

ZAJ By ZAJ - SEO Expert | AI Enthusiast
5 Min Read
Gerakan Boikot Produk Zionis Israel Lahir Dari Non Muslim?
Gerakan Boikot Produk Zionis Israel Lahir Dari Non Muslim?
- Advertisement -

jfidJakarta – Konflik antara Israel dan Palestina yang memanas sejak Oktober 2023 telah memicu gerakan boikot terhadap produk-produk Israel atau yang terafiliasi dengan negara Yahudi tersebut. Namun, di tengah seruan boikot yang menggema di media sosial, beberapa produk kecantikan asal Israel ternyata masih tetap beredar dan diminati oleh konsumen di Indonesia.

Salah satu produk kecantikan Israel yang cukup populer di Indonesia adalah Ahava, yang mengklaim mengandung mineral alami dari Laut Mati. Produk ini telah banyak dijual di sejumlah toko online maupun offline, dengan harga yang bervariasi. Menurut salah satu penjual online yang enggan disebutkan namanya, permintaan terhadap produk Ahava tidak mengalami penurunan meski ada gerakan boikot.

“Produk Ahava ini memang banyak dicari oleh konsumen, karena kualitasnya bagus dan cocok untuk kulit orang Indonesia. Saya jual produk ini sudah sejak tahun 2021, dan sampai sekarang masih laris. Saya tidak tahu soal boikot, yang penting saya bisa dapat untung,” ujarnya kepada Suara.com.

Penjual lainnya, yang juga menjual produk Ahava melalui platform online, mengaku tidak terpengaruh oleh gerakan boikot. Ia mengatakan bahwa ia tidak mempermasalahkan asal produk yang ia jual, asalkan halal dan tidak melanggar hukum.

Ad image

“Saya jual produk ini karena memang ada permintaan dari konsumen. Saya tidak peduli produk ini dari mana, yang penting halal dan tidak melanggar hukum. Saya juga tidak ikut-ikutan boikot, karena saya rasa itu tidak efektif. Lagipula, saya tidak mau rugi karena stok produk yang sudah saya beli,” katanya kepada Okezone.

Sementara itu, sebagian konsumen produk kecantikan Israel mengaku tidak mengetahui asal produk yang mereka gunakan. Mereka mengaku hanya melihat kualitas dan manfaat produk tersebut, tanpa memperhatikan label atau keterangan produk.

“Produk Ahava ini saya beli karena direkomendasikan oleh teman saya. Katanya bagus untuk kulit kering dan berjerawat. Saya tidak tahu kalau produk ini dari Israel, saya kira dari Amerika atau Eropa. Saya juga tidak tahu ada gerakan boikot, saya jarang buka media sosial,” ujar Rani, salah seorang konsumen produk Ahava.

Konsumen lainnya, Dina, mengaku mengetahui asal produk Ahava, namun tetap memilih untuk menggunakannya. Ia mengatakan bahwa ia tidak mau mengorbankan kesehatan kulitnya demi ikut gerakan boikot yang menurutnya tidak berdampak apa-apa.

“Saya tahu produk Ahava ini dari Israel, tapi saya tetap pakai karena memang cocok dengan kulit saya. Saya sudah coba banyak produk lain, tapi tidak ada yang sebagus Ahava. Saya tidak mau mengorbankan kesehatan kulit saya demi ikut gerakan boikot yang tidak berdampak apa-apa. Saya rasa boikot itu tidak efektif, karena produk Israel tetap laku di pasar,” tuturnya.

Di sisi lain, ada juga produk kecantikan lokal yang vokal menyuarakan dukungan kepada Palestina dan menentang Israel. Beberapa di antaranya adalah Mother of Pearl (MOP Beauty), Teratu Beauty, dan Wardah. Merek-merek ini turut berpartisipasi dalam gerakan boikot dengan cara membuka donasi, menggalang dana, atau menyumbangkan sebagian hasil penjualan mereka untuk Palestina.

“Kami dari MOP Beauty ingin menyampaikan dukungan kami kepada saudara-saudara kami di Palestina yang sedang berjuang melawan penjajahan Israel. Kami turut berduka atas korban jiwa yang berjatuhan akibat agresi Israel. Kami juga mengajak konsumen kami untuk ikut berdonasi melalui lembaga-lembaga yang terpercaya. Semoga Palestina segera merdeka,” tulis MOP Beauty di akun Instagramnya.

Gerakan boikot terhadap produk Israel atau yang terafiliasi dengan Israel ini merupakan bagian dari gerakan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi) yang dilakukan sebagai perlawanan tanpa kekerasan terhadap produk ekonomi dan budaya Israel sekaligus sebagai bentuk dukungan kepada rakyat Palestina. Gerakan ini telah mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Namun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan tidak dalam posisi mendukung atau menolak gerakan boikot tersebut. Kemenperin lebih fokus pada kebijakan-kebijakan yang mendukung produktivitas dan daya saing sektor industri dalam negeri.

“Ranah Kemenperin adalah menjalankan kebijakan-kebijakan yang mendukung produktivitas dan daya saing sektor industri. Saat ini, fokus kami adalah langkah-langkah pengetatan arus barang impor untuk mendukung pengembangan pasar dalam negeri,” kata Plt. Sekretaris Jenderal Kemenperin Putu Juli Ardika.

- Advertisement -
Share This Article