Kisah Pekerja Gaza yang Diperlakukan Seperti Anjing oleh Tentara Israel

Rasyiqi
By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
7 Min Read
Kisah Pekerja Gaza Yang Diperlakukan Seperti Anjing Oleh Tentara Israel
Israeli soldiers detain a Palestinian boy during clashes in Hebron, West Bank, Oct. 13, 2017. - REUTERS/Mussa Qawasma
- Advertisement -

jfid – ketika Hamas melancarkan serangan mendadak ke Israel, ribuan pekerja Gaza yang memiliki izin kerja di Israel menjadi sasaran penangkapan dan penyiksaan oleh tentara Israel.

Mereka menceritakan pengalaman mereka yang mengerikan selama ditahan di pusat-pusat penahanan Israel, tanpa akses ke perwakilan hukum atau pekerja kemanusiaan.

Salah satu pekerja Gaza yang baru dibebaskan, Ahmad (nama samaran), mengatakan bahwa dia bekerja sebagai tukang batu di Tel Aviv sejak lima tahun lalu. Dia mengirimkan sebagian besar gajinya ke keluarganya di Gaza, yang hidup dalam kondisi sulit akibat blokade Israel.

Pada pagi hari 7 Oktober, dia sedang bersiap-siap untuk pergi ke tempat kerja, ketika dia mendengar suara ledakan dan sirine. Dia segera menyalakan televisinya dan melihat berita tentang serangan Hamas ke Israel. Dia merasa takut dan bingung, karena dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya dan rekan-rekannya yang juga berasal dari Gaza.

Ad imageAd image

“Tidak lama kemudian, saya mendapat telepon dari majikan saya. Dia bilang dia akan menjemput saya dan membawa saya ke tempat yang aman. Saya percaya padanya, karena dia selalu baik kepada saya. Tapi ternyata dia menyerahkan saya ke tentara Israel yang menunggu di depan rumahnya,” kata Ahmad.

Ahmad mengatakan bahwa dia dan sekitar 20 pekerja Gaza lainnya dibawa ke sebuah pangkalan militer di Tepi Barat. Di sana, mereka disiksa secara fisik dan mental oleh tentara Israel.

“Mereka memukuli kami dengan tongkat, menendang kami dengan sepatu bot, mengejek kami dengan kata-kata kasar, dan mengancam akan membunuh kami atau mengirim kami ke penjara seumur hidup. Mereka juga menanyai kami tentang Hamas, apakah kami tahu siapa yang melakukan serangan, apakah kami mendukung mereka, dan sebagainya. Kami tidak tahu apa-apa, kami hanya pekerja biasa yang mencari nafkah,” ujar Ahmad.

Ahmad mengatakan bahwa dia dan rekan-rekannya tidak diberi makanan atau minuman yang layak, tidak diperbolehkan mandi atau buang air, dan tidak diberi pakaian bersih. Mereka juga tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan keluarga mereka atau dengan siapa pun di luar.

“Kami merasa seperti anjing, tidak, lebih buruk dari anjing. Kami tidak tahu apakah kami akan hidup atau mati. Kami tidak tahu apa yang terjadi di Gaza, apakah keluarga kami baik-baik saja atau tidak. Kami merasa sangat putus asa dan tak berdaya,” kata Ahmad.

Setelah 25 hari ditahan, Ahmad dan sebagian besar pekerja Gaza lainnya dibebaskan oleh Israel. Mereka diperintahkan untuk kembali ke Gaza dengan berjalan kaki, tanpa uang, pakaian, atau barang-barang pribadi mereka. Mereka juga kehilangan izin kerja mereka, yang berarti mereka tidak bisa lagi bekerja di Israel.

“Ketika kami berjalan kembali ke Gaza, kami melihat pemandangan yang mengerikan. Rumah-rumah, sekolah, rumah sakit, dan masjid hancur akibat serangan udara Israel. Jalan-jalan penuh dengan mayat dan darah. Bau busuk dan asap menyengat hidung kami. Kami tidak bisa mengenali tempat ini lagi. Ini seperti neraka di bumi,” kata Ahmad.

Ahmad mengatakan bahwa dia berhasil menemukan keluarganya, yang selamat dari serangan Israel, meskipun rumah mereka rusak parah. Dia bersyukur masih bisa hidup, tetapi dia juga merasa marah dan sedih karena kehilangan pekerjaannya dan mengalami trauma akibat penyiksaan.

“Saya tidak tahu bagaimana saya bisa hidup sekarang. Saya tidak punya pekerjaan, tidak punya uang, tidak punya harapan. Saya tidak tahu apa yang salah dengan saya, apa yang salah dengan kami, orang-orang Gaza. Apa salah kami sampai kami harus menderita seperti ini? Apa kami bukan manusia?” kata Ahmad.

Ahmad adalah salah satu dari ribuan pekerja Gaza yang mengalami nasib serupa. Menurut kelompok hak asasi manusia berbasis di Israel, Gisha, ada sekitar 4.500 pekerja Gaza yang berada di Israel ketika Hamas memulai serangan ke Israel pada 7 Oktober lalu. Sebagian besar dari mereka ditangkap dan ditahan oleh Israel tanpa alasan yang jelas.

“Kami menerima banyak laporan tentang perlakuan tentara Israel terhadap para pekerja Gaza yang ditangkap. Cerita mereka sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Kami tidak tahu berapa banyak orang yang ditahan secara tidak sah di pusat penahanan Israel, karena Israel menolak mengungkapkan nama dan keberadaan orang-orang yang mereka tahan,” kata Direktur Advokasi Publik Gisha Miriam Marmur.

Marmur mengatakan bahwa para pekerja Gaza itu ditahan di fasilitas pangkalan militer Israel di Tepi Barat. “Ada berbagai laporan mengenai pasukan Israel yang melakukan penggerebekan, menjemput pekerja Palestina dan membawa mereka ke pusat penahanan,” ujarnya.

Namun Marmur mengaku masih belum mengetahui ada berapa banyak pekerja Gaza yang ditahan dan telah dibebaskan oleh Israel. Militer Israel belum secara resmi merilis pernyataan tentang ditangkapnya para pekerja Palestina asal Gaza pasca serangan Hamas.

Serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu memicu perang besar-besaran antara kedua belah pihak, yang masih berlangsung hingga saat ini. Menurut data terbaru dari PBB, lebih dari 10.000 orang tewas di Gaza akibat serangan Israel, sementara lebih dari 1.500 orang tewas di Israel akibat roket Hamas. Jutaan orang mengungsi atau kehilangan tempat tinggal, dan infrastruktur dasar seperti listrik, air, dan kesehatan hancur.

PBB dan negara-negara lain telah menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera, bersama dengan pembebasan sandera dan pengiriman bantuan sesuai dengan kebutuhan mendesak rakyat di Gaza, di mana bencana kemanusiaan terjadi di depan mata kita. Namun, hingga saat ini, belum ada tanda-tanda perang akan berakhir.

Sementara itu, para pekerja Gaza yang selamat dari penangkapan dan penyiksaan Israel, tetapi kehilangan segalanya, berharap ada perdamaian dan keadilan bagi mereka dan rakyat mereka. Mereka juga berharap ada pengakuan dan perlindungan bagi hak-hak mereka sebagai pekerja dan sebagai manusia.

- Advertisement -
Share This Article