jfid – Dengan semangat dan emosi yang tinggi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyampaikan pidato di depan ribuan pendukung Palestina yang berkumpul di Istanbul pada hari Sabtu. Ia mengecam tindakan Israel di Gaza dan mengkritik negara-negara Barat atas sikap mereka terhadap konflik tersebut.
Erdogan mengajak seluruh bangsa Turki untuk menghadiri rapat umum yang disebut “Pertemuan Palestina Agung” untuk menunjukkan “persaudaraan antara Turki dan Palestina kepada dunia”. Ia juga didampingi oleh para pemimpin partai lain, pejabat negara, perwakilan dari media, seni, olahraga, budaya, dan sektor bisnis.
Dalam pidatonya yang berlangsung selama satu jam, Erdogan menyoroti krisis kemanusiaan, konflik politik, dan ketegangan sosial yang melanda berbagai wilayah di dunia, dengan menekankan kesulitan dalam menyelesaikan masalah-masalah ini di tengah masalah ekonomi global. Ia menyatakan keprihatinan mendalam tentang penggunaan terorisme sebagai alat dalam perang proksi di wilayah-wilayah seperti Suriah, Afrika Utara, dan Sahel, dengan menegaskan bahwa hal itu mengancam keamanan internasional.
Presiden Turki juga menyentuh isu-isu yang sensitif seperti xenofobia, rasisme, dan islamofobia, dengan memperingatkan bahwa masalah-masalah ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan secara global. Ia menekankan pentingnya menangani tantangan-tantangan ini demi keharmonisan sosial.
Erdogan juga menyoroti peran Turki sebagai mitra aktif baik di tingkat regional maupun global, dan meminta reformasi lembaga-lembaga internasional. Ia mengatakan bahwa Turki “berusaha menjadi bagian dari solusi” dalam konflik-konflik di seluruh dunia.
Ia berbicara tentang kebutuhan akan stabilitas di Irak, pemilihan yang adil di Libya, ketahanan pangan di Tanduk Afrika, perlunya kemerdekaan Palestina, hak-hak Muslim Rohingya di Myanmar dan Muslim Uighur di China, dan sikap tegas terhadap sentimen anti-Muslim secara global.
Pidatonya juga menyoroti peran Turki dalam banyak konflik tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ini termasuk serangan langsung di Suriah timur terhadap pejuang Kurdi yang didukung AS, diplomasi tingkat tinggi di Ukraina, kehadiran pasukan di Libya yang mendukung pemerintah Tripoli, ketegangan lama dengan Siprus dan Yunani, dan dukungan kuat untuk Azerbaijan dalam konfliknya dengan Armenia.
“Semua bencana yang mempengaruhi jutaan orang ini menunjukkan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menjadi jauh lebih efektif, jauh lebih berpengaruh,” katanya.
Erdogan telah muncul sebagai tokoh kunci dalam konflik Ukraina. Turki adalah anggota NATO dan telah menyediakan Ukraina dengan drone mematikan yang menargetkan pasukan Rusia, tetapi Erdogan juga telah bertemu beberapa kali dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Turki adalah perantara bersama PBB dalam mengamankan jalur aman bagi ekspor gandum Ukraina melalui Laut Hitam.
Mengenang fakta bahwa komunitas internasional termasuk PBB telah membantu negaranya setelah ia menderita gempa bumi besar yang menewaskan lebih dari 50.000 jiwa dan menyebabkan kerusakan luas pada Februari 2023, Erdogan mencatat bahwa “persahabatan yang ditunjukkan kepada negara kami pada hari gelap itu … adalah sumber penghiburan yang penting.”
Bertindak dengan semangat yang sama, Turki juga menggerakkan bantuan besar-besaran untuk Libya, di mana 12.000 orang kehilangan nyawa mereka dengan ribuan masih belum ditemukan setelah badai dan banjir yang menghancurkan baru-baru ini.
Erdogan menyesalkan fakta bahwa inisiatif Laut Hitam yang diluncurkan bersama PBB, yang bertujuan untuk mencegah krisis kelaparan global dengan memfasilitasi transportasi gandum melalui Laut Hitam ke pasar global, tidak lagi beroperasi. Ia menyebutkan rencana baru di mana lain.
Erdogan juga mengecam Israel sebagai “organisasi teroris” dan menyalahkan Barat atas “pembantaian di Gaza”. Ia mengatakan bahwa Hamas bukanlah organisasi teroris, tetapi gerakan perlawanan yang sah. Ia mengancam akan menyatakan perang terhadap Israel dan mengirim pasukan militer ke Gaza jika Israel tidak menghentikan serangan-serangannya.
Ia juga menunjukkan foto-foto anak-anak pengungsi Suriah yang tewas untuk menekankan perlunya dukungan berkelanjutan. Ia mengatakan bahwa PBB perlu menjadi lebih inklusif dan Dewan Keamanan harus menjadi lebih demokratis dan fungsional.
“Dunia lebih besar dari lima,” katanya, merujuk pada lima anggota tetap Dewan Keamanan.
Erdogan, 68, telah memimpin negara itu selama hampir 20 tahun, pertama sebagai perdana menteri dan kemudian sebagai presiden. Dukungan untuknya dan partainya, bagaimanapun, telah menurun karena krisis biaya hidup yang sangat tinggi – secara resmi 80 persen, tetapi lebih dari dua kali lipat, kata analis. Erdogan menyalahkan inflasi pada harga makanan dan energi yang tinggi secara global daripada kebijakan ekonomi pemerintahnya.
Pidatonya, bagaimanapun, lebih berfokus pada menguraikan pandangannya tentang peran Turki di dunia. Ia mengatakan bahwa Turki adalah “negara besar” dengan sejarah, budaya, geografi, dan peradaban yang kaya. Ia juga mengatakan bahwa Turki adalah “negara yang terancam” oleh proyek-proyek besar dan tekanan-tekanan dari berbagai pihak.
Ia mengatakan bahwa Turki tidak akan pernah menyerah kepada ancaman-ancaman tersebut dan akan terus membela hak-hak dan kepentingannya sendiri serta saudara-saudaranya di seluruh dunia.
“Kami mencintai millet kami,” katanya. “Kami siap menjadi syahid demi millet kami bersama millet kami. Karena sejarah menunjukkan kepada kita bahwa bangsa ini dapat menulis kisah-kisah baru dengan izin Allah.”