jifs – Media memiliki peran penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Media juga berfungsi sebagai pengawas dan kritikus terhadap pemerintah, lembaga, dan individu yang berkuasa.
Namun, media tidak selalu menjalankan perannya dengan baik dan benar. Terkadang, media juga melakukan kesalahan, manipulasi, atau bahkan penyalahgunaan kekuasaan.
Salah satu contoh kasus yang menunjukkan hal ini adalah kasus skandal perselingkuhan Karina Dinda Lestari (KDL) dan AW yang menjadi viral di media sosial dan media online.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, media cenderung memojokkan KDL dan menggambarkannya sebagai pelaku utama perselingkuhan.
Sedangkan AW tidak begitu disorot, padahal ada dugaan intimidasi dan manipulasi yang dilakukan olehnya terhadap KDL.
Mengapa media melakukan hal ini? Apa motif di balik pemberitaan yang tidak berimbang ini? Berikut adalah beberapa kemungkinan alasan yang dapat dijelaskan dari berbagai perspektif:
Perspektif ekonomi: Media online berusaha untuk meningkatkan trafik pengunjung situs mereka dengan cara membuat judul-judul berita yang sensasional, provokatif, atau mengundang rasa penasaran.
Media online juga mengambil keuntungan dari iklan yang ditampilkan di situs mereka. Dengan demikian, media online lebih mementingkan keuntungan ekonomi daripada kualitas informasi yang disajikan.
Perspektif sosiologis: Media online menyesuaikan pemberitaannya dengan selera dan minat masyarakat. Masyarakat Indonesia cenderung menyukai berita-berita yang berkaitan dengan skandal, gosip, atau kontroversi.
Masyarakat Indonesia juga cenderung bersikap patriarkis dan menganggap wanita sebagai pihak yang lebih bersalah dalam kasus perselingkuhan.
Oleh karena itu, media online memberitakan kasus ini dengan cara yang sesuai dengan ekspektasi dan pandangan masyarakat.
Perspektif psikologis: Media online memanfaatkan emosi dan perasaan masyarakat untuk menarik perhatian mereka. Media online menggunakan teknik-teknik persuasif, seperti framing , priming , atau agenda setting , untuk mempengaruhi opini publik.
Media online juga membangkitkan rasa simpati atau antipati terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. Dengan demikian, media online menciptakan narasi-narasi yang dapat memuaskan atau memenuhi kebutuhan psikologis masyarakat.
Dari ketiga perspektif tersebut, dapat disimpulkan bahwa media online memiliki motif-motif yang beragam dalam memberitakan kasus skandal perselingkuhan KDL dan AW.
Namun, motif-motif tersebut tidak dapat dibenarkan sebagai alasan untuk melakukan pemberitaan yang tidak berimbang, tidak akurat, atau tidak etis.
Media online seharusnya tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya sebagai penyampai informasi kepada masyarakat.