Indonesia, Tuan Rumah G20 yang Butuh Utang: Strategi atau Kesalahan?

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
5 Min Read
- Advertisement -

jfid – Indonesia adalah negara yang kaya. Kaya akan sumber daya alam, budaya, dan potensi. Namun, Indonesia juga adalah negara yang butuh utang. Utang untuk membiayai pembangunan, reformasi, dan pemulihan ekonomi. Utang untuk mencapai cita-cita menjadi negara maju pada tahun 2045.

Salah satu sumber utang yang kerap dimanfaatkan oleh Indonesia adalah Asian Development Bank (ADB), sebuah lembaga keuangan multilateral yang beranggotakan 68 negara, termasuk Indonesia.

Sejak tahun 1966, ADB telah memberikan bantuan keuangan dan teknis kepada Indonesia dalam berbagai bidang, seperti infrastruktur, energi, pertanian, kesehatan, pendidikan, dan lingkungan.

Pada tahun 2023 ini, ADB kembali menunjukkan dukungannya kepada Indonesia dengan menyetujui pinjaman sebesar $500 juta atau sekitar Rp 7,68 triliun (kurs Rp 15.360 per dolar AS) pada 22 September.

Ad image

Pinjaman ini merupakan bagian dari program Competitiveness, Industrial Modernization, and Trade Acceleration (CITA) yang bertujuan untuk mendukung agenda pembangunan dan prioritas reformasi Indonesia dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi, mempermudah perdagangan, dan meningkatkan kapasitas usaha.

Pinjaman ini juga menjadi salah satu hasil dari partisipasi aktif Indonesia dalam forum Group of Twenty (G20), sebuah forum kerjasama ekonomi antara 19 negara dan Uni Eropa yang mewakili sekitar 80% dari produk domestik bruto (PDB) dunia. Indonesia adalah satu-satunya negara anggota G20 dari Asia Tenggara dan akan menjadi tuan rumah pertemuan G20 pada tahun 2022.

Sebagai tuan rumah, Indonesia memiliki kesempatan untuk mempengaruhi agenda diskusi G20 untuk mendorong pemulihan ekonomi pasca-pandemi di negaranya. ADB, sebagai salah satu mitra G20, telah menyatakan siap untuk memberikan bantuan berupa saran kebijakan, dukungan teknis, dan penyebaran pengetahuan yang relevan dengan agenda G20.

Namun, apakah utang yang diperoleh Indonesia dari ADB dan partisipasi Indonesia dalam G20 benar-benar bermanfaat bagi rakyat Indonesia?

Apakah utang dan kerjasama internasional ini dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh Indonesia, seperti kemiskinan, ketimpangan, korupsi, dan perubahan iklim?

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, utang yang dikelola dengan baik dapat menjadi instrumen yang efektif untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ia juga menegaskan bahwa utang Indonesia masih dalam batas yang aman dan berada di bawah standar internasional.

Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Indonesia akan memanfaatkan momentum menjadi tuan rumah G20 untuk mendorong kerjasama global yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada hasil. Ia juga menekankan pentingnya transisi energi yang adil dan mekanisme perdagangan yang adil bagi negara-negara berkembang.

Namun, tidak semua pihak sepakat dengan pandangan pemerintah. Beberapa pengamat dan aktivis menilai bahwa utang dan kerjasama internasional yang dilakukan Indonesia tidak sesuai dengan kepentingan nasional dan rakyat. Mereka menyoroti adanya risiko politik, ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dapat timbul akibat utang dan kerjasama internasional ini.

Salah satu contohnya adalah pinjaman ADB untuk mendukung transisi energi di Indonesia. Meskipun pinjaman ini diklaim sebagai upaya untuk mendukung komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan, beberapa pihak menyoroti bahwa pinjaman ini juga berpotensi untuk memperpanjang ketergantungan Indonesia pada energi fosil, terutama batu bara.

Selain itu, partisipasi Indonesia dalam G20 juga dipertanyakan oleh beberapa pihak. Mereka mengkritik bahwa G20 adalah sebuah forum yang tidak demokratis, tidak transparan, dan tidak akuntabel, yang didominasi oleh negara-negara maju dan tidak mewakili kepentingan negara-negara berkembang dan masyarakat sipil. Mereka juga menyoroti bahwa agenda G20 seringkali tidak sesuai dengan agenda pembangunan berkelanjutan dan hak asasi manusia.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya yang butuh utang, tetapi juga negara yang butuh kebijaksanaan dalam mengelola utang dan kerjasama internasional.

Indonesia harus mampu memastikan bahwa utang dan kerjasama internasional yang dilakukan adalah untuk kepentingan nasional dan rakyat, bukan untuk kepentingan asing atau elit. Indonesia juga harus mampu mempertanggungjawabkan utang dan kerjasama internasional yang dilakukan kepada rakyat, bukan hanya kepada kreditur atau mitra.

Indonesia, negara kaya yang butuh utang, tetapi juga negara kaya yang butuh keadilan.

- Advertisement -
Share This Article