jfid – Tembok Besar China, salah satu keajaiban dunia yang menjadi simbol budaya dan sejarah China, mengalami kerusakan parah akibat ulah dua pekerja konstruksi. Keduanya nekat menjebol bagian tembok yang berasal dari dinasti Ming dengan menggunakan ekskavator demi membuat jalan pintas untuk mempermudah pekerjaan mereka. Aksi ini menimbulkan kemarahan dan kekecewaan dari masyarakat China dan dunia, serta menimbulkan pertanyaan tentang perlindungan dan pelestarian Tembok Besar China.
Tembok Besar China adalah serangkaian tembok kuno dan fortifikasi yang panjangnya lebih dari 20.000 km di sepanjang utara China. Tembok ini terus dibangun selama berabad-abad, dari abad ke-3 SM hingga abad ke-17 M, sebagai bagian dari proyek militer untuk mempertahankan wilayah China dari invasi suku nomaden utara. Diketahui bahwa Tembok Besar China dibangun oleh Kaisar Qin Shi Huang. Karena keunikan dan sejarah di baliknya, Tembok Besar China ditetapkan menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1987.
Namun, Tembok Besar China juga menghadapi ancaman dari berbagai faktor, seperti erosi alam, pembangunan infrastruktur, eksploitasi sumber daya, dan vandalisme manusia. Menurut perkiraan, sekitar 30 persen dari Tembok Besar China telah hilang atau rusak. Beberapa bagian tembok bahkan telah dihancurkan atau dicuri oleh warga setempat untuk digunakan sebagai bahan bangunan atau dijual sebagai suvenir. Pada tahun 2021, tiga pengunjung ditahan dan dikenai denda oleh polisi karena menggores-gores bagian terkenal Tembok Besar di Badaling dengan benda tajam.
Kasus terbaru yang menimpa Tembok Besar China adalah penggalian yang dilakukan oleh dua pekerja konstruksi pada 24 Agustus 2023 lalu di kabupaten Youyu, provinsi Shanxi. Keduanya diduga ingin memperbesar lubang yang sudah ada di Tembok Besar China dengan ekskavator untuk mengurangi waktu tempuh perjalanan. Kerusakan yang dilakukan keduanya terletak pada bagian tembok yang berasal dari dinasti Ming (1368-1644) atau Tembok Besar ke-32. Selama ini, bagian tersebut relatif terawat dengan baik dan terdaftar sebagai artefak budaya provinsi.
Aksi ini mendapat kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, aktivis, dan masyarakat umum. Pemerintah China telah menetapkan undang-undang perlindungan Tembok Besar sejak tahun 2006, yang melarang segala bentuk aktivitas yang dapat merusak atau mengubah struktur asli tembok. Pelaku yang melanggar undang-undang ini dapat dikenakan sanksi administratif atau pidana, tergantung pada tingkat kerusakannya. Dalam kasus ini, kedua pekerja konstruksi telah ditahan oleh polisi dan sedang diselidiki lebih lanjut.
Profesor Zhang Weiwei, direktur Pusat Studi Cina di Universitas Fudan, Shanghai.
“Saya sangat sedih dan marah mendengar berita ini. Tembok Besar China adalah warisan budaya yang tak ternilai bagi bangsa China dan dunia. Tembok ini merupakan bukti dari perjuangan, kecerdasan, dan kreativitas rakyat China selama ribuan tahun. Tembok ini juga merupakan simbol dari identitas nasional dan kesatuan bangsa China. Tidak ada alasan apapun untuk merusak atau menghancurkan tembok ini. Saya berharap pemerintah dapat memberikan hukuman yang tegas kepada pelaku dan meningkatkan upaya perlindungan dan pelestarian Tembok Besar China. Saya juga berharap masyarakat dapat lebih sadar dan menghormati Tembok Besar China sebagai bagian dari sejarah dan budaya kita.”
Doktor Liu Xiaodong, peneliti senior di Institut Arkeologi China, Beijing.
“Kerusakan Tembok Besar China bukan hanya masalah estetika atau moral, tetapi juga masalah ilmiah dan akademis. Tembok Besar China adalah sumber informasi yang sangat kaya tentang sejarah, politik, militer, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan China kuno. Tembok ini juga memiliki nilai arsitektur, artistik, dan teknik yang luar biasa. Dengan merusak Tembok Besar China, kita kehilangan kesempatan untuk mempelajari dan memahami warisan kita sendiri. Saya berharap ada lebih banyak penelitian dan publikasi yang dapat mengungkapkan kekayaan dan keindahan Tembok Besar China kepada dunia. Saya juga berharap ada lebih banyak kerjasama dan pertukaran antara para ahli, pemerintah, media, dan masyarakat dalam hal perlindungan dan pelestarian Tembok Besar China.”
Nyonya Wang Li, pendiri dan direktur Asosiasi Pecinta Tembok Besar China, sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang edukasi dan advokasi.
“Saya sangat prihatin dengan nasib Tembok Besar China. Saya sudah mencintai Tembok Besar China sejak kecil. Saya sering berkunjung ke tembok ini bersama keluarga dan teman-teman. Saya merasa terhubung dengan leluhur saya yang telah membangun tembok ini dengan darah dan keringat mereka. Saya juga merasa terinspirasi oleh semangat dan pesan yang disampaikan oleh tembok ini. Saya mendirikan Asosiasi Pecinta Tembok Besar China pada tahun 2010 dengan tujuan untuk menyebarkan cinta dan rasa hormat kepada Tembok Besar China kepada generasi muda. Kami melakukan berbagai kegiatan, seperti seminar, pameran, kunjungan lapangan, kampanye sosial media, dan aksi sukarela untuk membersihkan dan merawat Tembok Besar China. Kami berharap dapat meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap Tembok Besar China sebagai warisan bersama kita.”