Hangat-Hangat Kuku, Apa Artinya Bagi Pemilu 2024?

ZAJ By ZAJ - SEO Expert | AI Enthusiast
3 Min Read
- Advertisement -

jfid – Pemilu 2024 semakin dekat. Namun, situasi politik di Indonesia belum terlalu memanas. Presiden Joko Widodo menyebutnya sebagai hangat-hangat kuku. Apa maksudnya?

Hangat-hangat kuku adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suhu yang tidak terlalu panas maupun dingin, melainkan berada di antara keduanya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti hangat-hangat kuku adalah agak hangat atau suam-suam kuku.

Istilah ini juga sering digunakan dalam konteks politik untuk menunjukkan bahwa tensi politik belum mencapai puncaknya.

Ad image

Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti belum adanya pengumuman resmi dari partai-partai politik tentang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan diusung, belum adanya kampanye secara terbuka, atau belum adanya isu-isu yang menarik perhatian publik.

Presiden Joko Widodo, yang tidak bisa mencalonkan diri lagi karena terbatas oleh konstitusi, mengatakan bahwa situasi politik saat ini mulai hangat-hangat kuku.

Hal ini disampaikan oleh Jokowi saat memberi sambutan pada Rakernas Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Medan, Sumatra Utara, Sabtu (19/8/2023).

Jokowi juga mengingatkan masyarakat agar tidak terlalu fanatik dalam membela capres favoritnya. Sebab, situasi itu bisa membuat mereka saling memanasi hingga menimbulkan perpecahan.

Jokowi mencontohkan bahwa pada Pemilu 2019, ada banyak kasus perselisihan antara pendukung capres yang berujung pada kekerasan fisik maupun verbal.

“Kita harus menjaga persaudaraan kita. Kita harus menjaga persatuan dan kesatuan kita. Kita harus menjaga kebhinekaan kita,” kata Jokowi.

Pemilu 2024 akan digelar pada 14 Februari 2024 untuk memilih presiden dan wakil presiden, serta anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) RI, dewan perwakilan daerah (DPD) RI, dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota.

Untuk bisa mencalonkan diri sebagai capres, seorang kandidat harus didukung oleh partai politik atau koalisi partai politik yang memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu sebelumnya.

Beberapa nama yang santer dikabarkan sebagai bakal capres adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dari PDI-P, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang independen, serta Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.

Namun, hingga saat ini belum ada pengumuman resmi dari partai-partai politik terkait pencalonan mereka.

Sementara itu, masyarakat Indonesia masih menanti perkembangan situasi politik yang bisa berubah sewaktu-waktu.

Apakah hangat-hangat kuku akan berlanjut hingga hari pemilihan? Ataukah akan ada gejolak politik yang menghangatkan suasana? Kita tunggu saja jawabannya.

- Advertisement -
Share This Article