jfid – Pada tanggal 5 September 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam VIII mengumumkan dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945. Isi Amanat ini adalah pernyataan resmi tentang integrasi wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tindakan ini menjadi momen bersejarah yang memberikan kontribusi besar bagi persatuan Indonesia.
Amanat 5 September 1945 adalah sebuah dekrit kerajaan yang melambangkan kesediaan monarki Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman untuk bergabung dengan NKRI. Keputusan ini dengan cepat mendapatkan pengakuan dalam bentuk Piagam 19 Agustus 1945 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada 6 September 1945. Piagam ini bukan hanya menjadi penghargaan, tetapi juga mengukuhkan peran penting Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam VIII dalam kepemimpinan wilayah Yogyakarta.
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman merupakan dua entitas yang memiliki pemerintahan dan kedaulatan sendiri. Namun, dengan dikeluarkannya Amanat 5 September 1945, kedua wilayah tersebut secara tegas menyatakan kesediaan mereka untuk menjadi bagian dari NKRI.
Yogyakarta memegang peranan yang sangat signifikan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Hanya satu hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang saat itu memegang jabatan Raja Keraton Yogyakarta, memberikan ucapan selamat kepada Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga mendukung Indonesia dalam perjuangan merebut statusnya sebagai negara Republik.
Peran utama Yogyakarta dalam kemerdekaan Indonesia adalah saat menjadi Ibu Kota Indonesia sementara. Kala itu, Belanda masih menolak pengakuan kemerdekaan Indonesia dan melakukan berbagai serangan militer. Jakarta, yang merupakan ibu kota awalnya, merasa terancam, sehingga pada 4 Januari 1946, secara diam-diam memutuskan untuk memindahkan ibu kota Indonesia ke Yogyakarta dengan menggunakan kereta api. Meskipun hanya sementara, Yogyakarta tidak hanya menjadi pusat pemerintahan, tetapi juga mengambil alih urusan kenegaraan, politik, dan militer. Ini menjadikan Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan yang berpengaruh selama masa Revolusi Indonesia.
Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia dalam dua periode, yaitu antara tahun 1946-1948 dan 1949-1950. Keputusan DIY untuk mendukung peran ini sangat penting, karena jika mereka tidak bersedia menjadi ibu kota sementara, Belanda mungkin akan kembali menjajah Indonesia. Inilah yang memberikan Yogyakarta status istimewa. Selain memiliki gelar “Daerah Istimewa”, Yogyakarta juga merupakan bagian tak terpisahkan dari perjuangan selama Revolusi Indonesia yang berlangsung antara tahun 1945-1949.
Dan pada Kesimpulannya, Yogyakarta memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Mulai dari dikeluarkannya Amanat 5 September 1945 hingga menjadi Ibu Kota Indonesia sementara, Yogyakarta selalu mendukung perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Memahami sejarah ini adalah kunci untuk menghargai perjuangan para pahlawan kita dan mengenang momen-momen penting dalam perjalanan menuju kemerdekaan.