Nelayan Tradisional Sapeken, Sudah Corona Tertimpa Purse Seine

Deni Puja Pranata By Deni Puja Pranata
4 Min Read
Audiensi tertutup Kelompok Nelayan Oncor Sapeken dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim
Audiensi tertutup Kelompok Nelayan Oncor Sapeken dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim

jfid – Nelayan tradisional sudah jatuh tertimpa tangga. Situasi tersulit itu dialami nelayan tradisional di perairan Sapeken, kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Corona yang menyebabkan keterbatasan para nelayan untuk melaut ditambah lagi persoalan Kapal-kapal Purse Seine (pukat harimau) yang mengurangi hasil tangkap ikan mereka.

Para nelayan tradisional di perairan Sapeken, melaut dengan menggunakan alat sederhana seperti penerangan berdaya rendah, pancing, dan jaring manual. Saat ini, mengalami kesulitan untuk mendapatkan hasil tangkapan secara maksimal. Hal tersebut, disebabkan karena banyaknya kapal Purse Seine yang melanggar zona konservasi atau titik kordinat yang sudah ditentukan.

Sebagaimana keterangan Muslimin, ketua Kelompok Nelayan Oncor (Tradisional) kecamatan Sapeken. Pihaknya mengeluh dengan kapal Purse Seine yang beroperasi di perairan Sapeken mendekati bibir pantai.

“Beberapa tahun lalu, nelayan tradisional melaut, dalam semalam setidaknya mendapatkan 1 kwintal hasil tangkapan ikan. Saat ini, dengan banyaknya kapal Purse Seine, para nelayan hanya mendapat ikan 10 kilo dalam semalam. Dan 10 kilo itu dibagi dengan 3 orang. Karena, dalam satu kapal ada 3 nelayan. Jadi, masing-masing nelayan mendapat pembagian 3 kiloan,” ujar Muslimin, ketua Kelompok Nelayan Oncor, usai audiensi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. Di kantor Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Sumenep. Kamis (26/8/2021).

Ad image

Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan  Provinsi Jawa Timur, Miftahul Arifin (Arif) membenarkan, tentang pelanggaran kapal Purse Seine yang melewati Zona Konservasi atau titik kordinat.

“Persoalannya banyaknya pelanggaran kapal Purse Seine yang melewati batas yang sudah ditentukan. Sudah ada jalurnya, jalur 1, jalur 2, dan jalur 3 untuk GT Kapalnya. Saya sudah melaporkan ke KSDP Tanjung Banua yang berwenang dalam pengawasan,” tegas Miftahul Arifin, kepala Bidang Perikanan Tangkap provinsi Jawa Timur, pada jurnalfaktual.id. Kamis (26/8/2021).

Dengan situasi yang mempersulit para nelayan tradisional dalam menangkap ikan. Ketua Front Nelayan Indonesia, Rusdianto Samawa, memberikan saran dan masukan pada dinas kelautan dan perikanan provinsi Jatim.

“Saya memberikan saran pada Dinas Perikanan dan Kelautan provinsi Jawa Timur. Jika harus melakukan pendekatan secara personal maupun kelompok pada temen-temen Nelayan tradisional dan Purse Seine. Karena, jika melanggar zona konservasi berarti melanggar hukum, yang berakibat proses panjang. Dan mempersulit temen-temen nelayan untuk melaut. Dinas kelautan dan perikanan provinsi Jawa Timur, untuk melakukan regulasi pendaratan ikan baik nelayan Purse Seine maupun nelayan tradisional. Untuk itu, Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Jatim, tidak menekan nelayan kecil, karena proses tangkap ikan adalah titik perputaran ekonomi nelayan,” terang Rusdianto Samawa, ketua Front Nelayan Indonesia (FNI) pada jurnalfaktual.id. Kamis (26/8/2021).

Dilain hal,  masyarakat nelayan kecamatan Sapeken hampir secara keseluruhan bergantung pada hasil laut atau bekerja sebagai nelayan. Badar (52) salah satu nelayan dari desa Sadulang, kecamatan Sapeken, kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menuturkan. Jika dari puluhan ribu nelayan di kecamatan Sapeken adalah nelayan tradisional.

“Nelayan di perairan Sapeken mayoritas nelayan tradisional. Hanya ada beberapa nelayan Purse Seine, dan yang menjadi persoalan bagi hasil tangkap ikan nelayan tradisional seperti kami adalah kapal-kapal Purse Seine dari luar Madura yang mengakibatkan hasil tangkapan ikan nelayan tradisional merosot. Jadi, 1 kapal Purse Seine membunuh puluhan ribu kehidupan nelayan tradisional,” tutup Badar, nelayan yang mencari keadilan.

Share This Article