Dekonstruksi Kebudayaan atau Serangan Komunisme yang Disebut Syahganda Nainggolan

Deni Puja Pranata By Deni Puja Pranata
5 Min Read
Syahganda Nainggolan, Pemikir atau Intelektual Indonesia anti Komunisme
Syahganda Nainggolan, Pemikir atau Intelektual Indonesia anti Komunisme
- Advertisement -

jfid – Syahganda Nainggolan, satu dari daftar tokoh penentang Komunisme China. Entah secara kebetulan, tiba-tiba saya melakukan validasi dan me-revieuw pemikiran tokoh penentang komunisme dari garis pemikiran keras.

Korelasi tulisan ini hadir ketika 1 abad dirayakannya komunisme China dan ucapan selamat dari Megawati pada Partai Komunis China pimpinan Xi Jinping pada 1 Juli kemarin.

Dari revieuw pemikiran para tokoh penentang komunisme, Syahganda Nainggolan lah yang dipilih penulis untuk dikaji ulang. Karena Syahganda memperkenalkan sebuah kamuflase komunisme yang disebut dekonstruksi Culture atau dekontruksi kebudayaan.

Dalam siaran langsung di ILC dengan tema Ideologi PKI Masih Hidup? Syahganda Nainggolan menyebut dirinya sebagai ahli teoritis yang mempelajari pikiran-pikiran Karl Marx, Lenin, Josef Stalin, Trotsky, kemudian pemikiran komunisme baru yang berkembang hingga sekarang yang disebut Post Modernisme Neo Marxisme.

Ad image

“Jika dulu hanya neo marxisme kini dikawinkan menjadi post modernisme neo marxisme. Jadi pergolakan komunisme sebagai sebuah ideologi itu tidak akan pernah padam. Semisal, peristiwa Black Lives Matter (BLM) di Amerika Serikat dan Eropa yang berjuta-juta orang turun jalan, itu dimotori oleh Marxis. Kita bisa mengidentifikasinya melalui media,” tukas Syahganda Naingolan di siaran ILC 9 bulan yang lalu.

Syahganda Nainggolan menyebut jika Di Indonesia, komunisme tidak akan pernah padam. Karena ada peristiwa 65-66 yang perlu direkonstruksi ulang. Ada kelompok-kelompok yang menginginkan sejarah baru dan pada saat bersamaan, kelompok-kelompok komunisme baru dengan gerakan-gerakan metamorfosis dari yang awalnya kelas trigeal (Materialisme dialektika, materialisme historis) bergeser menjadi gerakan yang disebut Culture in Ideologi. Yang menyerang simbol-simbol mapan yang selama ini damai dan tentram.

“Di Indonesia, ulama-ulama dipersekusi, ulama-ulama dihancurkan, didekonstruksi. Hafidz-hafidz Al Quran dihancurkan, kemudian orang-orang alim yang pakai celana menutup aurat dibilang cingkrang dan PNS dilarang memakainya. Itu didekonstruksi, dibilang dari Arab lah. Ini adalah metode baru dalam ilmu pengetahuan yang disebut kontestasi culture melalui dekonstruksi,” tukas Syahganda Nainggolan.

Syahganda Nainggolan, menuding kelompok-kelompok komunisme baru di Indonesia ingin menunggangi sejarah. Syahganda mengingatkan jika Komunis Indonesia pernah 3 kali melakukan pemberontakan.

“Pertama di tahun 1926, kedua 1948, kemudian tahun 1965. Tahun 1948, pemberontakan komunisme disponsori oleh Moskow (Soviet) yang diilfiltrasi kekuatan asing melalui Muso. Tahun 1965 diilfiltrasi oleh Peking,” terang Syahganda.

Saat sesi Karni Ilyas (pembawa acara ILC) bertanya pada Syahganda Nainggolan tentang bukti Ideologi komunisme itu ada. Syahganda menjawab,

“Berdasarkan ilmu fenomenologi, gejala-gejala itu ada. Soekarno pernah menulis esai pertama kali yang disebut Marxisme, Islamisme, Nasionalisme, menurut Soekarno yang bisa melakukan perubahan di Indonesia hanya dua ideologi, yaitu: kelompok Marxisme dan kelompok Islamisme. Kelompok-kelompok islamisme ini teridentifikasi, seperti Habib Rizieq, MUI. Kelompok-kelompok kiri (komunisme, red) yang tertahan selama 32 tahun di era Soeharto, mereka biasa melakukan gerakan Underground. Tapi, pengakuan dari Ribka Ciptaning yang mengatakan ada kekuatan 20 juta anak-anak PKI yang siap bangkit, secara teori sosial, ini cukup sebagai verifikasi sosial,” terang Syahganda Nainggolan.

Xi Jinping menunjukkan keseriusannya untuk membabat habis siapapun yang menghalangi komunisme China. Dalam pidatonya yang disambut sorak-sorai oleh rakyat komunis China,

“Era China dirundung dan menjadi korban sudah berakhir selamanya,” ujar Xi disambut sorak-sorai pendukung Partai Komunis China yang berkumpul di Tiananmen Square pada Kamis (1/7) pagi.

Ia kemudian berkata, “Siapapun yang berani melakukan itu [merundung China], kepalanya akan berdarah dihantam ke Tembok Besar yang ditempa dengan baja oleh 1,4 miliar warga China.” dikutip dari laman CNN Indonesia.

Dilain hal, apa yang disuarakan oleh Xi Jinping, jauh sebelum Syahganda Nainggolan ditahan. Sungguh, saya menduga, nurani kecil Syahganda mengetahuinya. Sebagaimana, ucapan Syahganda dalam seminar yang diadakan Sabang Merauke Institut yang bertema Kemiskinan dan Solusi dalam Era Kepemimpinan Jokowi, Syahganda Nainggolan sudah merasa jika dirinya terancam. Ia mengatakan dalam forum,

“Negara-negara maju dan negara-negara besar itu, orang-orang yang menjalankan pemerintahan dan orang-orang yang mengkritik itu berjalan biasa-biasa saja. Tidak ada, besok diintelin kemudian dijadikan korban dengan tuduhan makar,” ujar Syahganda, sebagai pembicara.

Mengingat Syahganda, mengingatkan saya pada apa yang diucapkan Soekarno saat ditahan Belanda. “Engkau (Belanda) bisa menahan saya, tapi engkau (Belanda) tidak bisa memenjarakan pikiran saya,” Soekarno.

Tubuh manusia boleh dipenjara, tetapi jeruji besi tidak mampu mengekang kebebasan pikiran manusia.

Sumber refrensi: Siaran ILC TV one
CNN Indonesia
Bravos Radio Indonesia
Kompasiana

- Advertisement -
Share This Article