JfID- Kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dibawah umur kerap terjadi belakangan ini di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Sepanjang tahun ini, yakni terhitung sejak bulan Januari- September 2020 sudah ada 13 kasus. Data ini dihimpun dari Dinas Keluarga Berenca, Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (KB- P3A).
Maraknya kasus tindakan asusila ini pun mendapat perhatian dari sejumlah pihak. Termasuk dari Korp HMI Putri atau Kohati Bangkalan. Mereka pun mendatangi Komisi D DPRD Bangkalan pada Selasa, 15 September 2020 kemarin.
Kedatangan Kohati itu dalam rangka menyampaikan ide dan gagasan perihal penanganan dan pencegahan pelecehan seksual terhadap perempuan. Kebetulan forum audiensi itu dihadiri Dinas KB P3A, dan Unit PPA Polres Bangkalan.
Ketua Umum Kohati HMI Bangkalan Siti Ainatul Khusnah menyampaikan, pihaknya merekomendasikan agar pemerintah memasukkan edukasi seksual dalam kurikulum pendidikan berbasis lokal.
“Itu dari sekolah dasar- menengah. Untuk muatan materi pelajarannya di sesuaikan dengan kebutuhan,” usul dia.
Ainatul menegaskan, usulan ini untuk menimalisir agar kasus kekerasan seksual tak lagi menimpa perempuan dan anak dibawah umur.
“Kalau enggak ada edukasi maka kasus ini akan terus meningkat. Pengamatan kami belakangan ini marak terjadi,” ujarnya.
Berdasarkan informasi dari Komisi D, sambung Ainatul, terdapat perda tentang sistem perlindungan anak. Tinggal melihat apakah perda itu mencakup atas usulan tersebut atau tidak.
Jika usulan itu disepakati untuk dijadikan kebijakan lokal oleh Pemerintah Daerah Bangkalan, maka kurikulumnya bisa dibuat oleh tim ahli yang membidangi.
“Ini adalah bentuk kepedulian Kohatu HMI ikut serta menekan angka kasus pelecehan seksual,” tegasnya.
Menanggapi usulan itu, Ketua Komisi D DPRD Bangkalan Nur Hasan mengaku sepakat atas usulan Kohati HMI tersebut sepanjang ada payung hukum yang bisa dijadikan rujukan.
“Komisi D sepakat- sepakat saja sepanjang tidak bertentangan dengan undang- undang diatasnya,” ucapnya.
Nantinya lanjut Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdis) tinggal membuat surat edaran agar pendidikan seksual itu masuk dalam kurikulum muatan lokal.
“Tapi ini harus ada cantolannya. Misal ada dasar SK dari bupati sehingga SE dari pak kadis ini ada payung hukumnya, kalau gak ada itu (SK) terus dasarnya apa, kan gitu,” ungkapnya.
Sementara ini Nur Hasan mengaku belum menemukan payung hukum perihal usulan tersebut. Terlebih, sambung dia, Rancangan Undang- Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dicabut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Seandainya itu tidak ditarik dan menjadi UU mingkin bisa dijadikan cantolan hukumnya,” dalinya.
Sementara Kepala Dinas KBP3A Bangkalan Amina Rahamawati juga sepakat jika kurikulum pendidikan memuat ikhwal pendidikan seksual. Namun Amina mengatakan tidak cukup berlangsung di sekolah saja, keluarga dan lingkungan juga penting.
“Ini sebenarnya tugas kita bersama agar tidak ada kasus lagi. Semoga kedepan tidak ada lagi,” kata dia menutup pembicaraan.
Penulis: Syahril