Menjelang Pilkada 2020

bramadapp By bramadapp
3 Min Read

jf.id – Pemilihan kepala daerah oleh sebagian besar masyarakat di Jawa Timur, masih diartikan sebuah pertandingan. Tak ubahnya sebuah club sepakbola, sekema dan formasinya lebih banyak diperbincangkan ketimbang visi dan misinya membangun daerah lima tahun ke depan. Hal ini menunjukkan rendahnya sebagian masyarakat memahami arti dari sebuah pemilihan kepala daerah. 

Di warung-warung dan di tempat berkumpulnya orang, fanatisme lebih menonjol menjadi alasan memilih daripada keunggulan yang ditawarkan. Trah nasab dan gender, masih menduduki peringkat pertama yang mengunci nalar dan akal sehat memilih, sehingga apa yang akan diperjuangkan nanti, hampir semuanya tidak dipahami; yang penting menang.

Bagi yang tidak tertarik sama sekali untuk ikut serta dan memahami, justru lebih parah. Mereka akan memilih kandidat yang dipilih oleh teman, saudara dan kenalannya, bahkan sama sekali tidak mengerti maksud diadakannya pemilihan tersebut. Jangankan visi-misi, tentang calon dan fungsinya saja, masih banyak yang tidak mengerti.

Rendahnya sumber daya manusia pemilih sering luput dari pantauan semua pihak, sehingga “greget” membangun SDM tidak segreget memenangkan pasangan calon dalam pilkada.

Ad image

Fakta ini tidak lepas dari peran pemimpin daerah yang kurang peka. Lebih banyak memikirkan kemenangan, tapi melupakan maksud dari takdirnya ketika terpilih nanti. Masyarakat disuguhi menu instan dalam kemasan, tanpa diberitahu komposisi, efek samping dan manfaatnya. Sampai kapan pun, menu sehat bisa jadi tidak dikonsumsi oleh masyarakat, karena pihak produsen lebih suka menjaga kemasan daripada manfaat makanan yang ditawarkan.

Sejak reformasi sampai saat ini, kecerobohan masyarakat lebih meningkat. Dahulu, kalau pun ada kandungan berbahaya, masyarakat cukup menjadi korban pahitnya. Saat ini, selain menjadi korban, masyarakat seperti mampu meracuni yang lain, sehingga semakin sulit terhindar dari makanan dan minuman yang berbahaya. Ibarat narkoba, masyarakat jaman now tidak sekadar menjadi korban pemakai, tapi pengedar yang justru ikut serta menebar bahaya kemudian, dalam jangka panjang.

Kira-kira, fakta ini apakah terjadi dalam kehidupan kita, sehingga dari sisi yang lain, kita juga korban rekasaya politik yang tidak mencerdaskan.

Penulis: Bramada Pratama Putra

TAGGED:
Share This Article