Dinilai Tebang Pilih, Pelayanan RSUD Syarifah Ambami Disoal AKD

Syahril Abdillah By Syahril Abdillah
4 Min Read
Jayus, Perwakilan AKD Bangkalan (Foto/Istimewa)
- Advertisement -

Bangkalan,Jurnalfaktual.Id- Perwakilan Aliansi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Bangkalan, Jayus meminta pihak rumah sakit di Bangkalan tidak tebang pilih dalam memberikan pelayanan kesehatan. Kamis (14/11/2019).

Ia mengatakan, pihak rumah sakit dan puskesmas rupa- rupanya seperti tebang pilih dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin.

“Amanat undang- undang 28 huruf h berbicara semua warga negara berhak mendapat pelayanan kesehatan dengan baik,” kata dia kepada sejumlah awak media usai mengikuti pertemuan dengan Komisi D, Dinkes, RSUD di Gedung DPRD Bangkalan, Selasa (13/11) kemarin.

Jayus mengungkpakan, setiap warga negara mulai dari tingkat Presiden, DPR, Kepala Desa hingga masyarakat miskin harus diperlakukan sama dalam pelayanan kesehatan.

Ad image

“Ketika orang miskin atau tidak mampu berobat kemudian sudah mengikuti aturan regulasi dengan baik, namun masih pelayanan dan tanggapan rumah sakit kurang ramah dan pelayanan tidak segera, ini merugikan kepada kami,” ujarnya.

Ia menerangkan, tebang pilih yang dimaksud tidak lain pelayanan tampak berbeda antara orang miskin dan pejabat ketika berobat. Hal ini kedepan tidak boleh terjadi.

“Pelayanan ini perlu ditingkatkan kepada orang miskin bukan kepada pejabat tingkat tinggi maupun kepada kepala desa, apalagi orang terdekat. Namun kepada orang miskin, ini harapan kedepan,” tegasnya.

Mumpung tanda tangan dan aspirasi para pejabat masih laku dan didengarkan, Lanjutnya, Ia berharap agar pihak rumah sakit tidak tebang pilih. Pihak legislatif, sambung dia, juga harus mendorong hal ini.

“Tebang pilihnya ini bicara terkait pelayanan, jika orang miskin tidak dilayani dengan baik, beda dengan pejabat,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, Plt Direktur RSUD Syarifah Ambami Bangkalan, dr. Nunuk Kristiani membantah jika dikatakan tebang pilih. Menurutnya, kategori pasien hanya berbeda dalam segi kelas.

“Kalau DPR mungkin punya kelas satu, pasti bisa naik kelas ke vaviliun. kalau masyarakat miskin kelas tiga, jadi tidak boleh naik kelas. Kalau pasien mandiri bisa naik tingkat tapi tidak boleh naik dua tingkat,” terang Nunuk.

Terkait penanganan lamban, Nunuk mengatakan bisa iya atau tidak. Hal itu tergantung situasi IGD apakah dalam kondisi ramai atau sepi. Akan tetapi, lanjut dia, pada prinsipnya pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit tidak tebang pilih.

“Kalau IGD rame kayak sekarang memang kita harus memfokuskan pasien yang emergensi, kita tidak melayani pasien yang datang duluan, tapi yang emergensi

Jadi gawat darurat menyangkut keselamatan nyawa yang kita dahulukan. Kalau yang panas dan mencret itu kita layani juga tapi tindakan kita yang cepet bagi emergensi, kalau dibiarkan bisa mati,” dalihnya.

Kedepan, pihaknya akan terus memperbaiki kinerja dan pelayanan pihak rumah sakit. Pihaknya setiap satu minggu melakukan evaluasi sebanyak 2 kali dan monitoring record.

“Apakah hasil kegiatan kerja kita ada komplain atau tidak, apakah ada pasien yang terlantar dan lain- lain. Kita evaluasi itu semua dari semua bidang di rumah sakit,” pungkasnya.

Penulis: Lah

- Advertisement -
Share This Article