jfid – Jamaah Islamiyah (JI) secara resmi membubarkan diri pada 30 Juni 2024, dengan ratusan anggotanya di Jawa Barat dan Banten menyatakan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Deklarasi pembubaran ini dipimpin oleh sejumlah tokoh senior JI dan menandai perubahan signifikan dalam arah organisasi yang sebelumnya dikenal sebagai kelompok teroris.
Alasan Pembubaran
Pembubaran JI dipicu oleh beberapa faktor, termasuk kesadaran anggota akan kesalahan yang telah dilakukan dan komitmen untuk meninggalkan praktik kekerasan.
Mantan Amir JI, Abu Rusdan, dalam wawancara menyatakan, “Kami menyadari bahwa kekerasan bukanlah jalan yang benar. Kami ingin kembali ke NKRI dan berkontribusi positif bagi masyarakat.”
Reintegrasi Anggota
Densus 88 Antiteror Polri meminta masyarakat untuk tidak memberikan stigma negatif terhadap eks anggota JI yang telah kembali.
“Kami berharap masyarakat memberikan kesempatan kepada mereka untuk berubah. Stigma negatif hanya akan menghambat proses reintegrasi,” ungkap Kepala Densus 88, Irjen Pol. Ahmad Dofiri, dalam sebuah konferensi pers.
Proses reintegrasi ini juga melibatkan pendampingan dari pemerintah untuk memastikan bahwa nilai-nilai ekstrem tidak lagi diajarkan di lembaga pendidikan yang terkait.
“Kami akan terus memantau dan mendampingi mantan anggota JI agar mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih baik,” tambah Dofiri.
Perubahan dalam Pendidikan
Setelah pembubaran, JI berencana untuk mengubah kurikulum di pesantren-pesantren yang mereka kelola. Kurikulum baru akan menghilangkan nilai-nilai ekstrem dan berfokus pada pendidikan yang lebih moderat, sesuai dengan paham Ahlussunnah wal Jamaah.
“Kami ingin memastikan bahwa pendidikan yang diberikan di pesantren tidak hanya aman, tetapi juga mendidik dalam arti yang sesungguhnya,” kata Fathur Rabbani, mantan Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren JI Sumbar.
Nilai Kehidupan di Penjara
Mantan Komandan Asykari JI, Abu Dujana, mengungkapkan bahwa banyak anggota JI menemukan nilai kehidupan baru selama menjalani masa hukuman di penjara.
“Awalnya, saya merasa prihatin dengan apa yang telah kami lakukan. Namun, di penjara, saya belajar banyak tentang arti kehidupan yang lebih baik,” ujarnya dalam sebuah wawancara.
Selama di penjara, anggota JI terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendorong mereka untuk berpikir lebih dalam tentang nilai-nilai kehidupan.
“Kami berkomitmen untuk tidak lagi menggunakan kekerasan. Kami ingin menjadi bagian dari masyarakat yang konstruktif,” tambah Abu Dujana.
Tanggapan Masyarakat
Masyarakat juga memberikan tanggapan positif terhadap pembubaran JI. Seorang tokoh masyarakat, Ahmad Zainudin, mengatakan, “Kami menyambut baik keputusan ini. Kami berharap mantan anggota JI dapat berintegrasi dengan baik dan berkontribusi untuk pembangunan masyarakat.”
Pembubaran Jamaah Islamiyah dan langkah-langkah selanjutnya menunjukkan upaya untuk mengurangi pengaruh ekstremisme di Indonesia dan mendukung proses deradikalisasi yang lebih luas.
Dengan dukungan dari pemerintah dan masyarakat, diharapkan mantan anggota JI dapat berintegrasi kembali dengan cara yang positif dan konstruktif.