jfid – Jamaah Islamiyah (JI), sebuah organisasi yang pernah dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar bagi keamanan nasional Indonesia, baru-baru ini mengumumkan pembubaran dirinya.
Keputusan ini menandai perubahan signifikan dalam lanskap radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Untuk memahami latar belakang, proses, dan implikasi dari pembubaran ini, kami menyusun artikel berdasarkan riset mendalam, wawancara, dan kajian literatur yang terpercaya.
Jamaah Islamiyah
Jamaah Islamiyah adalah organisasi yang didirikan pada awal 1990-an dengan tujuan mendirikan negara Islam di Asia Tenggara.
Organisasi ini terlibat dalam berbagai aksi terorisme, termasuk serangan bom Bali pada tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang.
JI telah menjadi fokus perhatian pemerintah Indonesia dan komunitas internasional dalam upaya melawan terorisme.
Mengapa JI Membubarkan Diri?
Pembubaran Jamaah Islamiyah dilatarbelakangi oleh beberapa faktor penting:
Perubahan Ideologi: Salah satu alasan utama pembubaran JI adalah perubahan ideologi dalam tubuh organisasi tersebut.
Ketua Majelis Fatwa JI, Ustaz Imtihan, mengungkapkan bahwa mereka kini memandang Indonesia bukan sebagai negara kufur, tetapi sebagai darul Islam, sebuah negeri Islam yang diwariskan oleh para ulama. Perubahan pandangan ini mengakibatkan perubahan strategi dan tujuan organisasi.
Komitmen terhadap Ilmu: JI menyatakan bahwa pembubaran diri mereka adalah hasil dari kajian mendalam dan komitmen terhadap ilmu.
Mereka kini memahami bahwa sistem pemerintahan Indonesia tidak harus dimusuhi, tetapi bisa dipandang sebagai sistem yang perlu diperbaiki dari dalam, tanpa perlu menggunakan kekerasan.
Deklarasi Resmi: Pada 30 Juni 2024, pertemuan di Sentul Bogor menghasilkan kesepakatan untuk membubarkan JI.
Deklarasi ini kemudian diikuti oleh deklarasi serupa di berbagai wilayah, termasuk Sumatera Barat dan Jawa Barat.
Proses Pembubaran
Proses pembubaran JI dilakukan melalui serangkaian deklarasi di berbagai wilayah:
Sumatera Barat: Pada 28 Juli 2024, 63 anggota JI Sumatera Barat mendeklarasikan pembubaran diri dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Deklarasi ini dipimpin oleh tokoh JI Sumbar Bambang Sukirno dan disaksikan oleh Kepala Satuan Tugas Wilayah Sumbar Densus 88, AKBP Jim Brilliant Birnes. Mereka menyatakan siap menjalani pendampingan dan pembinaan dari pemerintah.
Jawa Barat dan Banten: Pada 27 Juli 2024, ratusan anggota JI di Jabar dan Banten juga mendeklarasikan pembubaran organisasi dalam sebuah acara di Bandung.
Deklarasi ini dihadiri oleh sejumlah tokoh senior JI seperti Ustadz Abu Fatih, Ustadz Imtihan Syafi’i, dan Ustadz Abu Dujana.
Implikasi Pembubaran
Pembubaran JI memiliki beberapa implikasi penting bagi Indonesia:
Reintegrasi Sosial: Pemerintah, melalui Densus 88, berkomitmen untuk memberikan pendampingan dan pembinaan kepada eks anggota JI agar mereka bisa kembali ke masyarakat dan menjalani kehidupan sebagai warga negara yang baik. Upaya ini mencakup pendidikan, pelatihan keterampilan, dan dukungan psikososial.
Perubahan Strategi Antiterorisme: Pembubaran JI menunjukkan efektivitas strategi antiterorisme yang mengedepankan pendekatan persuasif dan rehabilitasi daripada sekadar tindakan represif. Ini bisa menjadi model bagi penanganan kelompok radikal lainnya.
Stigma dan Diskriminasi: Kepala Satuan Tugas Wilayah Sumbar Densus 88, AKBP Jim Brilliant Birnes, mengimbau masyarakat untuk tidak memberikan stigma negatif kepada eks anggota JI. Mereka yang telah bertobat dan kembali ke pangkuan NKRI harus diberi kesempatan untuk membuktikan diri dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Kesimpulan
Pembubaran Jamaah Islamiyah adalah hasil dari perubahan ideologi, kajian mendalam, dan komitmen terhadap ilmu. Proses ini menunjukkan adanya transformasi signifikan dalam cara pandang dan strategi organisasi tersebut.
Dengan pendampingan dan pembinaan yang tepat, eks anggota JI diharapkan dapat reintegrasi ke dalam masyarakat dan menjalani kehidupan yang damai dan produktif.
Pembubaran ini juga menjadi bukti bahwa pendekatan persuasif dan rehabilitasi dalam penanganan terorisme dapat memberikan hasil yang positif.
Indonesia kini memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa dengan pendekatan yang tepat, radikalisme dan terorisme dapat diatasi tanpa harus mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.