Satu Anak Perempuan, Banyak Pertanyaan: Mengapa BKKBN Menargetkan Setiap Pasangan?

ZAJ By ZAJ - SEO Expert | AI Enthusiast
4 Min Read
Dilema Populasi: Menurunnya Angka Kelahiran dan Solusi Kontroversial BKKBN (Ilustrasi)
Dilema Populasi: Menurunnya Angka Kelahiran dan Solusi Kontroversial BKKBN (Ilustrasi)
- Advertisement -

jfid – Jakarta, 9 Juli 2024 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) baru-baru ini mengeluarkan kebijakan kontroversial yang menargetkan setiap

pasangan di Indonesia untuk memiliki setidaknya satu anak perempuan. Kebijakan ini memicu berbagai pertanyaan dan perdebatan di masyarakat.

Apa yang Terjadi?

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, menyampaikan bahwa kebijakan ini didorong oleh penurunan angka kelahiran yang signifikan di Indonesia.

Data menunjukkan bahwa tingkat kelahiran atau total fertility rate (TFR) di Indonesia telah menurun dari 5,6 pada tahun 1970 menjadi 2,18 dalam satu dekade terakhir. Penurunan ini dilihat sebagai ancaman bagi regenerasi populasi di masa depan.

Ad image

Mengapa BKKBN Menargetkan Anak Perempuan?

Hasto menjelaskan bahwa penurunan angka kelahiran ini perlu disikapi dengan langkah yang proaktif untuk memastikan regenerasi penduduk.

Salah satu cara yang diusulkan adalah memastikan bahwa setiap pasangan memiliki setidaknya satu anak perempuan.

“Kalau setiap pasangan memiliki satu anak perempuan, maka regenerasi dapat lebih terjamin,” ujar Hasto.

Dengan anak perempuan, diharapkan mereka akan melahirkan anak-anak di masa depan, sehingga populasi dapat terus bertumbuh dan stabil.

Reaksi Masyarakat dan Bantahan BKKBN

Kebijakan ini tidak luput dari kontroversi. Banyak pihak mempertanyakan keefektifan dan etika dari target yang ditetapkan BKKBN.

Beberapa ahli demografi menilai bahwa kebijakan ini terlalu fokus pada jenis kelamin anak, sementara yang lebih penting adalah memastikan kesejahteraan dan kesehatan ibu serta anak-anak tanpa memandang jenis kelamin.

BKKBN, melalui berbagai media, membantah bahwa kebijakan ini bersifat memaksa atau diskriminatif.

Menurut Hasto, kebijakan ini lebih merupakan imbauan dan langkah preventif untuk menjaga keseimbangan populasi dan memastikan bahwa regenerasi tetap berjalan.

BKKBN juga menegaskan bahwa target ini akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di berbagai daerah, mengingat angka kelahiran yang bervariasi di seluruh Indonesia.

Misalnya, di Jawa angka kelahiran sudah rendah, sementara di beberapa provinsi seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua masih tinggi.

Dampak dan Implementasi

Bagaimana kebijakan ini akan diimplementasikan masih menjadi tanda tanya besar. BKKBN menyatakan akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyosialisasikan pentingnya memiliki anak perempuan sebagai bagian dari strategi regenerasi.

Mereka juga akan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keseimbangan gender dalam keluarga.

Beberapa masyarakat dan tokoh masyarakat telah memberikan tanggapan beragam terhadap kebijakan ini.

Ada yang mendukung dengan alasan regenerasi, sementara ada pula yang khawatir kebijakan ini akan meningkatkan tekanan sosial terhadap pasangan yang belum memiliki anak perempuan atau yang memilih untuk memiliki anak dengan jumlah dan jenis kelamin yang berbeda.

Kesimpulan

Kebijakan BKKBN untuk menargetkan setiap pasangan memiliki setidaknya satu anak perempuan adalah respons terhadap penurunan angka kelahiran di Indonesia.

Meski bertujuan baik untuk regenerasi penduduk, kebijakan ini menuai banyak pertanyaan dan kritik dari berbagai pihak.

Bagaimana implementasinya di lapangan dan dampaknya terhadap masyarakat masih perlu dilihat ke depannya.

- Advertisement -
Share This Article