Jfid – Di tengah hiruk-pikuk media sosial yang seringkali dipenuhi dengan cerita yang lebih condong ke drama ketimbang substansi, muncul sebuah kisah yang cukup menggelitik rasa ingin tahu publik.
Seorang pria botak, dengan karier yang tidak main-main, tiba-tiba menjadi sorotan karena aksi yang dianggap kurang pantas terhadap seorang YouTuber asal Korea.
Asri Damuna, si pria botak yang ternyata adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan jabatan cukup mentereng di Kementerian Perhubungan RI, mendadak viral karena undangan ‘spesial’ yang dilontarkannya kepada Jiah, sang YouTuber, untuk mampir ke hotel.
Kejadian ini terjadi di Manado, di mana Jiah yang sedang asyik mengulas makanan di sebuah restoran, dihampiri oleh dua pria yang salah satunya adalah Asri.
Dalam video yang beredar, tampak dialog yang terjadi antara Jiah dan Asri cukup menarik.
Dari pertanyaan sederhana tentang asal-usul, hingga tawaran yang spontan untuk berkunjung ke hotel, semua terjadi dalam hitungan menit.
Namun, apa yang tampak sebagai interaksi biasa, ternyata menyimpan lapisan yang lebih dalam.
Asri, yang di bulan Februari 2024 baru saja ditunjuk sebagai Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Sangia Nibandera, Kolaka, memiliki tanggung jawab yang tidak ringan.
Namun, dalam satu momen yang seharusnya menjadi kesempatan untuk memperkenalkan keindahan Manado kepada tamu dari negeri ginseng, malah berubah menjadi sebuah kontroversi yang memicu diskusi panjang di media sosial.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa dalam era digital, setiap tindakan kita bisa menjadi sorotan publik dalam sekejap.
Bagi Asri, mungkin ini adalah pelajaran berharga tentang bagaimana memisahkan kehidupan profesional dan personal, serta bagaimana berinteraksi di ruang publik yang kini semakin tidak terbatas.
Namun, di balik kontroversi, ada sisi lain dari Asri yang patut diapresiasi.
Karier yang telah dibangun dengan susah payah, kontribusi pada sektor penerbangan sipil, dan dedikasi sebagai ASN, adalah hal-hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Seperti pepatah lama, “Tak ada gading yang tak retak,” mungkin ini adalah saatnya bagi Asri untuk memperbaiki retakan tersebut dan kembali fokus pada kontribusinya bagi negeri.
Artikel ini bukan sekadar narasi tentang seorang pria botak yang viral, melainkan juga refleksi tentang bagaimana kita semua, sebagai individu yang hidup di era digital, harus senantiasa waspada dan bijak dalam setiap tindakan kita.
Karena, seperti yang kita tahu, di dunia maya, mata publik selalu mengawasi, dan satu aksi bisa berdampak lebih dari yang kita bayangkan.
Kesimpulan: Karier Asri Damuna mungkin mentereng, namun satu kejadian di Manado telah mengajarkan bahwa reputasi adalah sesuatu yang rapuh dan perlu dijaga.
Semoga ke depan, Asri bisa menjadi contoh ASN yang baik, tidak hanya dalam karier, tetapi juga dalam etika dan interaksi sosial.
Dan bagi kita semua, mari kita ambil hikmah dari kisah ini untuk selalu berhati-hati dan bertanggung jawab atas tindakan kita di ruang publik.